Wednesday 2 January 2019

Kembang Kaktus, Badai Awal Tahun & Wilson Yang Tertinggal


Seperti tahun sebelumnya, di pergantian tahun kami mencoba menghindari kebisingan kota, kembang api, petasan dan segala macam hiruk pikuk diskusi tentang sisa kue natal yang sebaiknya dibuang atau diberikan pada babi. Tapi sebelumnya cobalah dengarkan smooth jazz dari Postmodern Jukebox ini:


Ide tentang lokasi camping kali ini datang dari Wilfrid, tempat tersembunyi yang konon diberikan oleh seorang pangeran dari kalimantan untuk gadis ende. Oline Stone demikian namanya. Sort of.
Saya dan Putri berangkat dari Ende dengan sepeda motor kesayangan. Perjalanan ke Mbay seharusnya memakan waktu tempuh sekitar 2-2,5 jam. Tapi kami disambut hujan sejak dari Nangaba hingga kota Mbay. Pandangan sedikit terganggu oleh air hujan, jalan licin membuat kami terpaksa melambatkan laju kendaraan. Well, seperti pepatah Ibrani kuno 'alon-alon asal klakson' - biar gak nubruk kawanan kambing dan sapi di perjalanan. Tiba di Mbay ujan mereda. Disana sudah ada Wilfrid dan Om Lucky yang sudah siap sedia. Lalu ada Mer dan Rini. Dan perjalanan menuju Batu Oline pun dimulai. Kami sampai sudah agak sore, buru-buru memasang tenda. Buat saya dan Putri, ini (memasang tenda) adalah ujian menurut empu Lucky Gandring, yang sudah bikin dua keris cantik di rumahnya.


Tenda terpasang. Hari mulai gelap. Angin gunung bertiup kencang dan kami mulai sibuk menyiapkan ikan bakar dan nasi. Menyalakan api ditengah tiupan angin itu bukan perkara gampang. Syukurnya ada semacam gua kecil dekat situ yang bisa kami pakai sebagai "oven alami".  Saat memanggang ikan, obrolan kami sampai pada film Castaway yang dibintangi oleh pemenang dua Oscar; Tom Hanks. Kami sepakat bahwa adegan Wilson hanyut adalah adegan paling menyentuh. Belum pernah ada orang termasuk penonton yang meratapi sebuah bola volley sebegitu intimnya. Ditambah suara violin yang menyayat. Membuat adegan 'one man show' ini jadi lebih hidup. 





Usai makan, angin berhembus makin kencang. Saya, Wilfrid dan om Lucky masih menikmati moke merah sementara Mer, Putri dan Rini harus berlindung di dalam tenda yang sudah pengen copot dari pasak-pasaknya oleh kencangnya tiupan angin. Jam duabelas nanti pasti sudah reda. Habis sebotol moke, saya mulai ngantuk dan memutuskan tiduran saja di dalam tenda. Lama perjalanan dari Ende-Mbay, ditambah guyuran hujan selama perjalanan sedikit berpengaruh pada stamina. Saya memutuskan tidur saja. Pergantian tahun saya lewatkan dengan tiduran di dalam tenda, sesekali terjaga oleh gelak tawa WIlfrid, Mer, om Lucky, Rini dan Putri yang seperti sedang bernostalgia tentang bagaimana mereka bertemu, kami. tentang rental komik yang rajin didatangi saat kecil. tentang lasiana dan minyak bimoli. Belum lagi aroma mie instan yang mereka nikmati mengusik tidur tapi apa daya badan terlampau capek, mata terasa berat. 2019. kembang api di kota Mbay dan Riung. Dan Wilson terbawa arus entah sampai kemana. persetan dengan kembang api. 


Keesokan hari, saya pikir saya yang paling awal bangun. Ternyata Rini sudah jalan-jalan ke bukit dibelakang sana. Dan saya, seperti biasanya bertugas bikin kopi pagi. Kali ini saya bawa Golewa Bajawa yang saya roasting tanggal 24 Desember 2018 lalu. spicy. caramel. dan laut lepas masih menawan wilson.


Lalu satu persatu mereka terjaga. Cuaca cukup bersahabat walau mega-mega disana enggan pergi agar mentari terlihat jelas, tapi tak apalah. some days are bright and sunny, some also cloudy. life. Angin sepoi. Dan keseruan pun dimulai. 







Abis sarapan dan ngopi. Saatnya berendam dan berenang. Konon, ke pantai ndak berenang itu dosanya berlipat tujuh. Ibarat ke warung kopi tapi mesen es teh manis, pakai sereh plus sedotan plastik. extra sugar.


Teman saya; Rony Zakaria dulu pernah bilang 'di flores itu konsep waktu sepertinya ndak ada' - udah banyak ngapa-ngapain, pas liat jam koq baru jam segini! Dan kami mengalaminya sendiri. Sepertinya sudah cukup lama berenang dan berendam. Bahkan hampir jadi dugong, ternyata total waktu yang kami habiskan hanya 45 menit. Sepertinya cukup lama. Dan kami memutuskan untuk sejam lagi berenang dan saya membuat portrait. Satu jam lagilah. Dan inilah kesalahan fatal.











Bang Mustakim datang berkunjung. Menemani kami merayakan 1 Januari 2019. 


Habis segala keceriaan, mendadak kami diliputi cemas. Awan hitam menggantung dan badai segera datang. Pusaran angin di atas udara terlihat jelas. Kami buru-buru membongkar tenda. Tanpa melewati SOP. Yang penting bongkar, kemas, bawa pulang secepatnya. Tas. Peralatan masak, galon air, piring dan gelas serta kopi. Tidak ada yang mau mengambil resiko untuk mengeluarkan hp atau kamera. Maklum, belum dilengkapi seal anti air dan kami pun terlalu sibuk dengan upaya menyelamatkan bawaan dan diri sendiri. Dan inilah saat-saat dimana adegan 'I'm sorry Wilson' terjadi. Panci tertiup angin, Wilfrid coba mengejar sambil berlindung tapi apa daya. Angin membawa pergi. Saya latah berteriak, Wilsooooonnn Aim sorrrrriiiii ... 
Kami berjalan pulang. Hujan yang dibawa angin kencang terasa menusuk kulit. perih. plus pandangan kabur. dan saya masih terus mencoba menghibur diri dan teman-teman dengan teriakan ala Tom Hanks. Wilson, I am sorry ... hujan badai makin dahsyat. jalanan licin. tergelincir. pisau es air hujan menyayat kulit. puting beliung di tengah laut. makin cemas.

Sampai di parkiran mobil yang lima belas menit dari lokasi, alam mulai berbelas kasih. Reda. Hati lega. Kami siap pulang. gila yah 2019, udah hujan badai aja kita kena, grafik virgil menanjak dan sebentar lagi tukar cincin. Melewati 2018 dengan hati senang. seperti lagu naif.

yah kalau boleh disimpulkan; mungkin 2018 akan seperti 4 foto berikut. Semoga damai bagi umat bumi. sukses bagi semua; 

with love:
Virgil Coffee & Ozora Printing