Thursday 27 February 2020

Joki Lasiana & Sandalwood Pony


Seorang joki sedang berlatih pacu dengan kuda ‘poni cendana’ atau yang lebih dikenal dengan sandalwood di pesisir patai Lasiana, Kupang - Nusa Tenggara Timur. Sang joki sedang mempersiapkan diri dan kudanya untuk mengikuti lomba pacuan kuda yang diadakan oleh Pemerintah Kabupaten Kupang. Kuda sandalwood adalah kuda asal Sumba yang berasal dari persilangan antara kuda Arab dan kuda poni lokal yang terkenal akan daya tahannya. Sejak tahun 1800an, kuda sandalwood ini telah diperdagangkan sebagai komoditi oleh bangsawan Sumba ke beberapa pulau di NTT seperti Flores, Timor hingga Sumbawa bahkan Bali dan Jawa. Kuda Sandalwood memiliki ciri utama postur tubuh yang kecil (poni) dengan telinga yang pendek, tapak yang melebar dan punggung yang lebih panjang. Karena endurancenya, kuda sandelwood sering digunakan sebagai kuda pacuan. Beberapa kuda Sandelwood yang kemudian disiangkan dengan kuda Australia (thoroughbred) memiliki kecepatan dan tenaga yang lebih besar dari pendahulunya. 
.
Selain digunakan sebagai kuda angkut dan kuda tunggang (moda transportasi) hewan ini menjadi simbol kelas, lambang kekayaan dan pride seorang pria atau keluarga. Dalam masyarakat Jawa; kuda adalah salah satu syarat yang wajib dimiliki seorang kesatria. Seorang lelaki Jawa akan dipandang 'kesatria' jika memiliki wisma (rumah), wanita (isteri), turangga (kuda), kukila (burung) dan curiga (keris). Pada masyarakat Lio, kuda menjadi lambang kekayaan, bahkan kuda menjadi syarat belis atau maskawin yang wajib diberikan oleh pihak lelaki kepada pihak perempuan sebagai seserahan kepada saudara lelaki sang wanita atau eja (ipar). Pada masyarakat Ngada (Bajawa), kuda diabadikan dalam motif tenun ikatnya yang indah. Bagi masyarakt Sumba sendiri, kuda adalah hewan yang wajib dimiliki setiap lelaki Humba, perlambang status sosial dan kejantanan/maskulinitas. Bahkan sebuah ritual mengenang kepedihan masa lalu yang diberi nama Pasola adalah sebuah ritual yang penuh resiko tinggi dimana dua kelompok pemuda saling melempar lembing kearah masing-masing sambil menunggang kuda. Hanya lelaki dewasa yang boleh mengikuti ritual ini.
.
Pada masa kolonial, Belanda mulai mengadakan lomba pacuan kuda dengan membentuk beberapa 'wedloop societiet' atau kelompok pacuan kuda seperti BBWS (Jakarta dan Bogor), Minahasa, Pariangan dll. Lomba yang diadakan meliputi lomba ketangkasan dan pacuan, yang biasanya diadakan pada acara nasional kerajaan seperti hari ulang tahun ratu. Lomba-lomba yang tadinya sebagai selebrasi dan kompetisi kemudian menjadi ajang perjudian, yang tidak lagi dilakukan secara anual tapi hampir setiap bulan bahkan minggu. Setelah kemerdekaan, bekas organisasi-organisasi bentukan kolonial belanda tadi dikumpulkan dalam POPSI (Pusat Organisasi PONI Seluruh Indonesia) di tahun 1953. Namun organisasi ini meredup dan pada 1966 dibentuklah satu-satunya organisasi berkuda yang diakui oleh KONI Pusat dengan nama PORDASI (Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia).
.
Romi Perbawa, seorang fotografer dokumenter asal Surabaya menghabiskan waktu yang panjang di Sumbawa untuk memotret kegiatan 'Pacoa Jara' yang mengeksploitasi anak-anak dibawah umur sebagai joki cilik. Karyanya dibukukan dengan judul Riders of Destiny yang saya rekomendasikan untuk dimiliki, berisi 'balada pemberontakan' terhadap rentanya joki-joki cilik ini oleh perjudian, yang berbalut 'kompetisi' yang sudah berakar kuat menjadi tradisi dan budaya. Dan kerap dibayar mahal dengan nyawa para joki cilik tersebut. #stopjokicilik adalah gerakan yang diadvokasi oleh Romi Perbawa dan rekan-rekanya yang enggan berhenti sebelum joki-joki cilik itu tidak dilibatkan dalam pacuan kuda.
.
Kuda dan fotografi memiliki cerita klasik yang kemudian menginspirasi lahirnya 'motion pictures'. Adalah Eadweard Muybridge yang ditugaskan oleh Leland Stanford, pemilik kuda pacu yang penasaran perihal sederhana; apakah keempat kaki kuda melayang ataukah menapak tanah ketika berlari. Muybridge kemudian memotret kuda dengan 12 kamera automatik secara simultan pada 1872, yang ketika dicetak tiap framenya menghadirkan efek 'animasi' - atau 'bergerak'. Tahun 2011, Steven Spielberg membuat film dengan judul 'War Horse' yang menggambarkan hubungan kuat antara kuda dengan manusia. Hubungan yang jika ditelusuri lebih jauh, sudah terjalin sejak 6000 tahun sebelum masehi, mewarnai penyebaran manusia dan sejarah penaklukan. Beberapa orang bahkan memiliki ikatan yang lebih dalam dengan kudanya, seperti Alexander & Bucephalus, Temujin & Aduu, Napoleon & Marengo, Lucky Luck & Jolly Jumper hingga Joki Lasiana dengan Sandalwood Poninya.
.
Love, Light & Respect.

*tentu saja Wild Horses milik The Rolling Stones akan menjadi abadi!