Wednesday 25 May 2016

The Other


Rosario Castellanos (25 Mei 1925 - 7 Agustus 1974)
“The Other”
Why speak the names of gods, stars,
foams of a hidden sea,
pollen of the farthest gardens,
when what hurts us is life itself, when each new day
claws at our guts, when every night falls
writhing, murdered?
When we feel the pain in someone else,
a man we do not know but who is always
present and is the victim
and the enemy and love and everything
we’d need to be whole?
Never lay claim to the dark,
don’t drain the cup of joy in a single sip.
Look around: there is someone else, always someone else.
What he breathes is your suffocation,
what he eats is your hunger.
Dying, he takes with him the purest half of your own death.
“Don't say mourning. It's too psychoanalytic. I'm not mourning. I'm suffering.” 



au revoir ...
and through my suffering days and nights i am listening to this heavenly tunes ... 
"Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Berganti" _ Banda Neira


Sunday 22 May 2016

3AM


“sunt lacrimae rerum et mentem mortalia tangunt” _ Virgil, Aeneid.



karena keseringan ditinggal, debu di dalam rumah mulai menumpuk. oleh karenanya hari minggu kemaren saya memutuskan untuk kerja rodi. mengusir debu-debu yang mulai menebali buku-buku dan pigura-pigura yang tergantung di dinding kamar.
ketika sedang asik membersihkan, datang seorang sahabat yang sudah seperti kakak sendiri; membantu beres-beres sembari berbiincang ngalor ngidul soal suasana laut utara yang patut didatangi dengan lebih banyak kail dan umpan karet.
singkat cerita semuanya kelar, lantai telah dipel dan kamipun menikmati kopi sambil mendengarkan lagu. kakak saya ini tertarik sama buku-buku yang ada di rak, sedangkan saya lebih tertarik sama penemuan saya, project magma milik syaharani. 



lalu kakak saya mengambil ‘illusion’ karya Ng Swan Ti dan mulai membuka halaman demi halaman, perlahan. senada dengan asap tembakau yang masuk kedalam paru-parunya, lalu terdiam beberapa detika dan dihembuskan residunya bersamaan dengan pergantian halaman. saya bilang itu bukunya mbak Swan Ti yang pernah datang bareng Rony (Rony lebih dikenal di kompleks), saya tanyakan bagaiaman pendapatnya tentang ilusion. dia menjawab dengan satu kata ‘seni’ … lalu menambahkan ‘ini musti orang yang seni bisa paham’ sambil menunjuk foto yang kebetulan adalah foto favorit saya di ilusion. “macam ombak tenggara, padahal selimut"



"forsam et haec olim meminisse iuvabit”_ Virgil, Aeneid

saya ingin mengutip Seno Gumira dalam Pidato Kisah Mata-nya 2001 silam 

“memandang sebuah foto artinya memandang melalui mata seorang fotografer. Tak pelak, seorang fotografer adalah seorang pengembara dalam semesta penampakan. Ia berjalan, memandang dan memotret. Sedangkan kita hanya tinggal membuka mata di depan foto untuk melihat pemandangan yang sama. Masalahnya seberapa jauhkah para pemandang foto ini akan melihat juga segala sesuatu yang dilihat fotografer. Tepatnya; seberapa jauhkah mata kita terbuka, meskipun gambarnya nyata-nyata ada di depan kita? Rupa-rupanya mata yang terbuka saja belum cukup untuk memandang dunia. Seperti para fotografer, para pemandang fotopun harus berangkat mengembara dalam semesta penampakan itu, dan membingkai pembermaknaanya sendiri”

artinya; sebagai pemandang, kita harus bisa menempatkan diri dan menggunakan mata sang fotografer, menemukan apa yang disebut Barthes sebagai ‘punctum’ dari sebagian banyak studium. menemukan titik dimana otak sang fotografer memerintahkan jemarinya untuk menekan shutter. bukan sebuah pekerjaan yang mudah; “melihat gambar” … menemukan dan menghidupkan kembali “aura” dan memberikan makna..
 beberapa waktu lalu saya menulis soal “cara terbaik untuk melihat gambar” dengan mengutip Roland Barthes, yang adalah seorang penikmat foto yang sangat luar biasa. Secarik foto “Winter Garden” bisa membuat dia menulis Camera Lucida, sebuah refleksi menyoal fotografi yang paling keren.

"memenerunt omnia amantes”

kembali ke kakak saya tadi, saya bilang ke dia… itu salah satu foto favorit saya. dia tertawa geli, mencoba mencari teks. walau saya sangat anti dengan caption ataupun teks apapun dalam sebuah foto yang buat saya adalah parasit bagi pemaknaan, (terkecuali dalam sebuah media pemberitaan dimana teks/caption menjaga agar pemaknaan tetap pada jalur konteks dan konten) saya menunjukan teks “Edy in bed”…  kakak saya yang malang ini kemudian berusaha keras dengan nanda protes mencari sosok ‘Edy’ … setelah ketemu beliau dengan penuh rasa penasaran bertanya “kenapa favorit?” dan saya berceritera:
“kae (kakak) sudah menikah berapa tahun? lebih dari sepuluh?! kae ingat-ingat, dulu waktu pacaran, terus menikah. akhirnya. sejak menikah kae hanya tidur dengan kaka nona, kae sampe hafal kaka nona pu aroma tubuh, wangi sampo dan lain lain … tiap malam kae pulang mancing sampe tengah malam, kaka nona mungkin sudah tidur di kamar, kae masuk pelan2 terus peluk dari belakang. walau kadang beberapa helai kaka nona pu rambut yg ikal masuk lobang idung, bikin geli mau bersin. kae bangun lagi, kucek2 idung tapi belom ngantuk. kae duduk di kursi, trus liat kaka nona tidur nyenyak. kae ingat lagi dulu dulu waktu masih awal2 menikah, susah senang, marah2, ketawa, sampe kaka nona pu cerewet yang bikin dongkol, atau kaka nona pu sambal teri yang bikin kangen. tidak sadar sudah jam 3 pagi dan kae belum ngantuk. kae senyum2 sendiri. sekarang bayangkan kae, kalau satu waktu hanya ada kasur dan selimut saja disana…. dan jam 3 pagi kae. sepi kae!"



dari segala hal yang terlintas tentang fotografi, dengan segala teori fotografi yang berkelana di kepala mungkin sudah saatnya kita melakukan praktek fotografi secara esensial; membekukan waktu. atau sesederhana yang dilakukan Larry Sultan; membuat orang yang dicintainya hidup selamanya”



Ende, 23 Mei 2016

Karolus Naga

Monday 9 May 2016

best way to see a photograph

"Ultimately — or at the limit — in order to see a photograph well, it is best to look away or close your eyes. 'The necessary condition for an image is sight,' Janouch told Kafka; and Kafka smiled and replied: 'We photograph things in order to drive them out of our minds. My stories are a way of shutting my eyes." 






oh :)

Sunday 8 May 2016

Kupang 2015


I made a trip to Kupang to see my dearest friend; Ng Swan Ti while she was conducting a workshop with Sekolah Musa. at first I planned to stay for a week but then the magic of this little coastal town struck me right in the heart. I made new friends, brothers, sisters and stories. I also met a wonderful couple Neina & Ully - who left their beloved Paris Van Java and started a new chapter of their life at this heated-dusty-rocky town. Im gonna miss the mans brew ... 

Long story short; for nearly two months I stayed at OCD Beach Cafe; owned by a wonderful "no nonsense man" Ody Mesakh. I learn a lot from the man; about life to electricity hehe. at OCD i spent time with amazing creatures, and I have a space big enough in my heart for them: Ma Connie, Ma Epi, Bapa Dae, Opa, Ma Ida, Gusty, Tamara, Martha, Ien, Om Peu, Des. Yanto, Yongki, Ape, Destro, Eddy, Fis, Dio, Ite, Duta, Yuan, Matis, Liko, Adit, Randy, Ketut, Vera, Frengki, Gusto, DW, Un, Egen, Rido, Eci, Rosna, and folks from FKM Undana, folks from EPH... and many more apology for i may have missed one, im an old man ;) 
so at last, this album dedicated to all the wonderful human being that I encountered along the time. thankyou for letting me spent a moment in your life.



Love, Light & Respect
Karolus Naga






















debris


"there was a point in my life, about two and half years ago that I was so in love with going real fucking fast ... and then it all spin out of control. and I had to look in the mirror, I had to look right in my eyes. down deep in my soul. I had to look at that dark shit, and I had to say "fuck you"







dark shit !!!