Thursday 7 January 2016

Semiotika = Teori Kebohongan


Secara etimologis istilah semiotika berasal dari bahasa Yunani “semeion” yang berarti tanda. Semiotika kemudian didefinisikan sebagai studi tentang tanda dan cara tanda-tanda itu bekerja. Umberto Eco mendefinisikan semiotika sebagai “sebuah disiplin yang mempelajari segala sesuatu yang dapat digunakan untuk berdusta (lie)” Ferdinand de Saussure dalam Course in General Linguistics (1974) mendefinisikan semiotika sebagai “ilmu yang memepelajari struktur, jenis, tipologi, serta relasi-relasi tanda dalam penggunaannya di dalam masyarakat”. Pokok perhatian semiotika adalah tanda. Tanda itu sendiri adalah sebagai sesuatu yang memiliki ciri khusus yang penting. Pertama, tanda harus dapat diamati, dalam arti tanda itu dapat ditangkap. Kedua, tanda harus menunjuk pada sesuatu yang lain. Artinya bisa menggantikan, mewakili dan menyajikan. Tanda dan hubungan-hubungannya adalah kunci dari analisis semiotik. Dimana relasi tersebut kemudian memunculkan makna.


Semiotika sebagai ilmu mempunyai tiga fokus area pembelajaran, yaitu tanda, sistem yang mengaturnya, dan budaya dimana tanda tersebut berada. Tanda merupakan sesuatu yang bersifat fisik, bisa dipersepsi oleh indra. Umberto Eco menjelaskan lebih lanjut bahwa tanda adalah hal yang dapat diambil sebagai penanda yang mempunyai arti penting untuk menggantikan sesuatu yang lain. Hal ini berkaitan dengan definisinya tentang semiotika sebagai “teori kedustaan”. Tanda menurut Saussure terdiri atas dua unsur yaitu penanda (signifier) dan petanda (signified). Penanda adalah aspek material dari bahasa: apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca. Sedangkan penanda adalah aspek mental dari bahasa: gambaran mental, pikiran atau konsep. Secara bersamaan keduanya akan membuat suatu tanda Saussure menjelaskan bahwa terdapat enam prinsip dasar dalam semiotika. Pertama, prinsip struktural. Tanda dilihat sebagai sebuah kesatuan antara sesuatu ang bersifat material dan konseptual. Yang menjadi fokus penelitian adalah relasi antara unsur-unsur tersebut, karena dari relasi tersebut akan menghasilkan makna. Kedua, prinsip kesatuan. Sebuah tanda merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara bidang penanda yang bersifat konkrit atau material dengan bidang petanda. Ketiga, prinsip konvensional. Realsi antara penanda dan petanda sangat tergantung pada apa yang disebut konvensi, yaitu kesepakatan sosial tentang bahasa (tanda dan makna) di antara komunitas bahasa. Keempat, prinsip sinkronik. Tanda dipandang sebagai sebuah sistem yang tetap di dalam konteks waktu yang dianggap konstan, stabil dan tidak berubah. Kelima, prinsip representasi. Tanda merepresentasikan suatu realitas yang menjadi rujukan atau referensinya. Keenam, prinsip kontinuitas. Relasi antara sistem tanda dan penggunanya secara sosial dipandang sebagaia sebuah continuum, mengacu pada struktur yang tidak pernah berubah.
Menurut Saussure tanda memiliki tiga wajah yaitu tanda itu sendiri (sign), aspek material (suara, huruf, bentuk, gambar, gerak) dari tanda yang berfungsi menandakan atau yang dihasilkan oleh aspek material (signifier), dan aspek mental atau konseptual yang dibentuk oleh aspek materil (signified). Hal terpenting yang dilakukan dalam melakukan analisis tentang tanda adalah mengetahui mana aspek material dan aspek mental dari sebuah tanda; karena tanda itu sendiri merupakan kesatuan antara signifier dan signified. Hubungan antara signifier dan signified disebut sebagai signification. Dijelaskan lebih lanjut oleh Sunardi bahwa dalam analisis semiotika yang dicari adalah berbagai hubungan yang menyatukan antara signifieds (jamak) dan signifiers dari berbagai unsur obyek tersebut. Hubungan antara signifieds dan signifiers kemudian akan menghasilkan makna. Dalam sistem tanda, Saussure menjelaskan bahwa suatu tanda akan dapat menghasilkan makna karena adanya prinsip perbedaan atau sistem hubungan antara tanda.
Ferdinand de Saussure menjelaskan bahwa terdapat tiga macam hubungan tanda yaitu hubungan simbolik, hubungan paradigmatik dan hubungan sintagmatik. Hubungan simbolik adalah hubungan tanda dengan dirinya sendiri (internal), hubungan paradigmatik adalah adalah hubungan tanda dengan tanda laindari satu sistem atau kelas, dan hubungan sintagmatik adalah hubungan tanda dengan tanda lain dari satu struktur. Kedua jenis hubungan yang terakhir disebut kemudian disebut sebagai hubungan eksternal. Ketiga jenis hubungan tanda ini kemudian dijelaskan oleh Roland Barthes (penganut Saussureian) melalui gagasannya tentang dua tatanan pertandaan.
Tataran pertandaan pertama digambarkan dalam relasi di dalam tanda; antara signifier dan signified, atau yang Saussure sebut sebagai hubungan simbolik, dan antara tanda dengan referennya dalam realitas eksternal; Barthes menyebutnya sebagai denotasi. Pada tataran pertandaan yang kedua, tanda kemudian berinteraksi dengan perasaan atau emosi penggunanya serta nilai-nilai kultural dimana tanda dan penggunanya berada. Barthes menyebutnya sebagai konotasi. Karena dipengaruhi oleh nilai kultural maka konotasi sebuah tanda akan berbeda dalam berbagai masyarakat. Hal ini membuat tanda bersifat arbiter dan spesifik pada kultur tertentu. Konotasi bekerja dalam level subyektif dan oleh sebab itu seringkali nilai konotatif dibaca sebagai fakta denotatif. Tujuan analisis semiotika adalah memberi metode analisis dan kerangka pikir untuk menjaga kita dari kesalahan membaca seperti itu. Cara kedua bekerjanya tanda dalam tatanan pertandaan kedua adalah melalui mitos.
Mitos berasal dari bahasa Yunani mutos yang berarti cerita; cerita yang tidak benar, cerita buatan yang tidak memiliki kebenaran historis. Namun cerita semacam itu tetap dibutuhkan agar manusia dapat memhami lingkungan dan dirinya. Roalnd Barthes menyebut mitos sebagai cara berbicara yang baru (a new type of speech). Dalam sistem pertandaan yang diberikan oleh Barthes, mitos merupakan salah satu sistem semiotik tingkat dua.
Teori mitos dikembangkan oleh Roland Barthes untuk melakukan kritik atas ideologi budaya massa (budaya media). Sebagai sistrem semiotik, mitos dapat diuraikan ke dalam tiga unsur yaitu; signifier, signified dan sign. Barthes menggunakan istilah berbeda untuk tiga unsur tersebut yaitu form, concept dan signification. Mitos mengambil sistem semiotik tingkat pertama sebagai landasannya sehingga mitos merupakan sistem semiotik yang terdiri dari sistem linguistik dan sistem semiotik.


Reading Urban Sureal Photography - Lost




Membaca foto yang ditawarkan oleh Maria Kartika dengan judul 'Lost' pada sebuah diskusi di forum street photography fotografer.net, menjadi hal yang sangat mengasyikan sekaligus menjadi tantangan tersendiri. Dalam beberapa hal, kode-kode dalam foto tersebut tidak sepenuhnya familiar dengan saya, bahkan hanya bisa saya temukan dalam bentuk analogon; dalam foto Lost tersebut. Saya menggunakan semiotika Barthes untuk memeriksa 'system of significationnya' dan kemudian mencoba menggunakan 'teori mitos' Barthes untuk memeriksa mitos-mitos yang terkandung dalam foto tersebut. Kemudian merumuskanya kembali ke dalam pandangan 'urban surealism' serta memeriksa ulang anti-tesis yang ditawarkan oleh Alva Sondakh.
Pemaknaan ini saya buat supaya 'seolah-olah' ilmiah saja ... jadi bukanlah sebuah 'sang real' yang kesahihannya tidak bisa diperdebatkan bahkan dibantah... who am I anyway?

Realisme relatif - makna denotatif sebuah foto adalah analogon:
Apa yang menjadi realisme relatif dalam foto ini?? 'foto wanita yang sedang menunjuk pada sebuah titik di sebuah bentuk/gambar dan seorang pria yang memperhatikannya (wanita tadi) dengan background sebuah bus 'dua lantai' dengan tulisan 'Lost? You Are Here' dan sebuah kendaraan lain didepanya yang berukuran lebih kecil darinya dan keduanya berada di depan sebuah gedung yang terletak di seberang jalan dari sisi si wanita dan pria serta tiang dengan gambar garis2 tadi yang secara keseluruhan mengatakan bahwa wanita dalm foto ini tersesat di sebuah sudut kota'
Pertama-tama saya mencoba menemukan satuan-satuan dalam foto tersebut (tahap studium).

  1. seorang wanita mengenakan jaket dan di bahu kirinya tergantung tas, memandang pada bagian kana atas frame, tangan kanan menunjuk pada;
  2. sebuah tiang, dengan gambar bergaris dengan beberapa tulisan yang susah untuk dibaca oleh saya karena ukurannya yang kecil yang saya asumsikan sebagai sebuah peta; peta dari jalan dan rute, tepat di atasnya terdapat beberapa logo dan tulisan yang melekat pada sebuah tiang bundar. Dan di sisi lainnya terdapat juga sebuah benda kotak berwarna hitam.
  3. seorang pria yang berdiri di sebelah kiri frame dan memandang ke arah wanita tadi
  4. sebuah tulisan Lost? You are here pada background yang tertera pada sebuah bus dua lantai, yang entah sedang berhenti atau bergerak lambat, dan sebuah kendaran yang lebih kecil ukurannya. Pada bisa dengan tulisan 'Lost? You are here', saya menemukan image penumpang pada lantai atas di beberapa deret dari bagian ujung bis serta di bagian paling kanan. di sebelah kanan tulisan Lost? You are here, terdapat sebuah gambar kotak berwarna putih yang di tengahnya terdapat titik hitam serta di sebelah kananya terdapat beberapa gambar (logo).
  5. jalanan yang lenggang (apakah ini jalur satu arah atau dua arah saya tidak pasti) namun yang cukup lebar, perkiraan saya jalan ini merupakan jalan yang terdiri lebih dari dua jalur, lihat oleh dimensi yang diciptakan dari 2 orang tadi dengan kendaraan di seberang serta marka jalan yang membagi badan jalan (aspal) tersebut.
Pada tahap ini pembacaan saya terhadap foto tersebut bergerak dari 'kode-kode' yang disebutkan di atas 'foto ini tentang seorang wanita yang tersesat, yang mencoba memastikan lokasinya saat ini (saat difoto), tulisan Lost? You are here menjadi elemen pemanis namun memiliki peranan yang cukup penting karena menegaskan gesture si wanita. kata 'here' ditunjuk oleh sebuah titik pada bidang putih disebelah kanannya. saya tidak akan memperdebatkan soal bis tersebut, karena bis tersebut hanya menegaskan bahwa lokasinya adalah jalan yang sudah ditegaskan oleh aspal yang ada dengan markanya.

disini 'urban' hanya dipahami sebagai tempat, setting, lokasi... urban hanya dipahami dalam pembacaan bahwa ia adalah tempat dimana transportasi menjadi hal yang diatur dengan baik, dengan jalur jalan yang memungkinkan kemacetan menjadi minim, dengan informasi tentang transportasi yang tersedia dan bisa diakses dengan mudah oleh siapa saja... di sini urban hanya menjadi tempat dimana ada gedung bertingkat dan bis bertingkat yang menunjukan bahwa teknologi dan transportasi telah maju dan berkemabng baik bahkan ditangani dengan baik sehingga tidak tampak kemacetan ..

apakah saya akan hanya berhenti di sini, tidak !! the author still alive, namun sekarat. saya tidak akan berhenti disana. pembacaan saya tidak hanya pada level 'meraba-raba' kode-kode yang kelihatan, kasat mata (studium), namun lebih jauh.
Saya berhenti pada sebuah titik, yang mana 'impressed me' ... titik dimana saya menemukan kenyataan bahwa dua manusia yang ada dalam foto ini adalah pria dan wanita dewasa dan lebih lagi pada soal jarak antara keduanya. Dengan hanya memberikan juxtaposition yang terdapat di foto tersebut dan kemudian berkonklusi bahwa inilah 'mimpi' inilah hal yang sureal, tumpang tindih juxtaposition yang saling berhubungan ini hanya bisa terdapat dalam mimpi. Sayangnya bagi saya ini belum surreal, coba tengok lagi konsep Henri Cartier -Brenson soal decisive moment, moment yang dibekukan oleh fotografernya. (sekali lagi disini saya masih menahan diri untuk berkonklusi..)

Kembali pada titik 'pucti' tadi, yang 'mengesankan saya'- bagi saya inilah URBAN yang tidak hanya sebagai setting dalam foto ini. inilah sifat kota, ciri kota. ciri yang dibangun dengan sikap individualistik, pemujaan terhadap waktu (dalam konsep kapitalis waktu adalah uang, waktu adalah kapital) sehingga menolong atau membantu seseorang adalah kegiatan yang merugikan. sikap indivisualistik yang dalam ini digambarkan dengan jarak antara keduanya, gesture si pria yang hanya memperhatikan si wanita dengan tatapan datar, tatapan yang dibuat saat memperhatikan tingkah laku pada seorang yang tidak dikenal. kemudian anda mungkin akan berargumen.. ah bisa saja mereka sudah saling kenal, atau bisa jadi mereka sudah 'intim'... nope! sayang sekali saya tidak akan setuju dengan argumen ini, jika benar keduanya telah saling kenal; memiliki hubungan yang intim, tentu saja gesture si pria tidak 'datar' demikian. tentu ia akan ikut 'merasakan' apa yang dialami oleh si wanita, menyelidiki apa yang terjadi. but hal ini tidak ditunjukan dalam foto tersebut, she´s just a passer by, he just a man who waited for a transportation. Untuk ini kembali kita berterima kasih pada 'si perusak suasana', Sigmund Freud. Psikoanalisisnya memang kemudian menjadi telaah yang sangat membantu dalam berbagai cabang ilmu, sebut saja komunikasi. Verbal communication juga mempelajari gesture, mimik bahkan sampai ke hal kecil seperti melirik atau berkeringat yang menjadi 'message' yang dikirimkan bagi receivernya (ingat kembali konsep ego, super-ego dan id yang ditawarkan Freud). Hal lainnya yang dopelajari dalam komunikasi verbal adalah soal jarak antara satu manusia dengan manusia yang lain. Kita cenderung menciptakan 'ruang antara' kita dengan orang lain yang berada di sekitar kita, atau bahkan yang sedang bercakap-cakap dengan kita. Seberapa lebar ruang antara yang diciptakan tidak hanya menunjukan posisi kita tapi lebih pada upaya 'alam bawah sadar' untuk memproteksi diri, membuat kita nyaman. Studi gerak dan mimik ini memang sangat kompleks dan rumit, karena akan melibatkan tidak hanya satu disiplin ilmu saja (psikologi) namun bisa membutuhkan kajian komunikasi, biology, antropology hingga semiotika.

Jika ingin (pura-pura) lebih kritis lagi dalam memaknai urban yang sebagai keadaan, subyek utama dari foto ini saya akan bergerak ke pembacaan lebih lanjut; dengan menggunakan teori MITOS...
Mitos adalah cara berbicara yang baru. mitos adalah kritik ideologi yang dikembangkan Roland Barthes melalui (kritik) budaya yang berkembang, seperti fotografi. Mitos adalah sistem semiotik tingkat II yang dijabarkan dalam Form, Concept dan Signification. kembali ke foto 'lost' tadi... apa yang menjadi mitos dalam foto tersebut? kehidupan perkotaan yang individualistik, yang selalu mengutamakan kepentingan sendiri, sehingga jika kau mendapat masalah kau harus menyelesaikannya sendiri, tidak ada orang lain yang akan membantumu. you are on your own (catatan: sampai titik ini saya membaca foto tadi BUKAN lagi sebagai foto wanita yang tersesat di sebuah wilayah urban, ia hanya menjadi landasan dari mitos, semiotika tingkat II). patut dicatat lagi, konsep urban adalah konsep kapitalistik yang ditunjukan dengan ciri-ciri tadi. Menurut saya foto 'lost' tidak berbicara mengenai keadaan tesesat di kota, dimana informasi mengambang dimana saja dan akses agar tidak tersesat bisa dijangkau oleh semua orang. Bagi saya foto ini berbicara tentang produk kapitalistik yang ditujukan dalam budaya masyarakat yang individualistik. Diperparah lagi dengan berkembang suburnya 'feminisme' (yang hanya bisa dilihat di wilayah metropolitan khususnya wilayah Eropa tengah dan Amerika Serikat). Bentuk praktis dari paham feminimisme adalah penolakan terhadap dominasi kaum pria (marxis). Meminta tolong pada kaum pria adalah sebuah tindakan 'menyerahkan diri' untuk didominasi oleh pria apalagi ditolong oleh pria, hal ini adalah bentuk penjajahan. Bagi kaum pria yang feminis, menawarkan bantuan adalah soal mendominasi (masih konsep Marxis), tindakan melecehkan dan meremehkan kemampuan wanita. Terma 'ladies first' sangat ditentang oleh kaum feminis. Sekali lagi konsep urban disini bukan hanya sebagai seting saja, tempat dimana tumbuh subur-nya budaya individualistik, tapi justru sebagai aktor utama, urban ditunjuk oleh sikap individualistik tadi. Sikap yang membuat kita menjadi jauh dari manusia yang lain, paham homo socius ditanggalkan, karena saya ada untuk diri saya sendiri bukan untuk orang lain karena saya adalah homo sapiens. Quia nominor ego leo (dalam bahasa Aesop).
Buat apa saya menolong orang lain yang tidak saya kenal kalau hanya menghabiskan waktu saya, waktu adalah uang. dan saya bekerja umtuk itu, saya tidak ingin kehilangan pekerjaan hanya karena terlambat 25 menit untuk menolong orang yang sama sekali baru saya jumpai. Saya tidak mau berkorban untuk itu ... mind your own bussiness, welcome to the 'jungle'...
Inilah kehidupan kota, inilah orang kota. inilah mitos yang ada dalam foto tersebut. Sebagai contoh; Tidak salah jika teman kuliah saya berkata 'lu nanya alamat di jakarta sama aja bunuh diri, belon lagi dikibulin ada juga lu dirampok' ... sebegeitunyakah kehidupan kota Jakarta??

Urban Surealism - urban yang sureal (sebuah gerak menuju konklusi)
Seperti yang disebutkan di awal... surealis adalah gerakan untuk membawa kembali kekuatan pikiran pada fungsi-(semesti)-nya, yakni imajinasi.
Apa yang sureal dari foto tersebut?? Apakah Foto (dicatat pula bahwa saya maksudkan dengan foto adalah analogon, representasi) tersebut adalah foto sureall?? Tidak menurut saya. Disana tidak ada obyek yang dream like, sesuatu yang tidak logis. Sesuatu bahkan keadaan yang 'mempermainkan' imajinasi saya selain hanya sebagai sebuah 'representasi' yang berupa teks yang dapat saya baca melalui strukturalis Barthesian ...
Ambigukah saya?? Tidak.. mari kita periksa lagi dengan decisive moment ala Henri Cartier Brenson. Disini saya akan memakai sudut pandang sang fotografer. ''Saya menunggu moment, saya menunggu waktu yang tepat untuk memencet shutter, menunggu tangan si wanita menunjuk ke gambar, mencondongkan badan dan kebingungan, saat yang sama si pria melirik ke si wanita, dan sebuah tulisan (bis) tadi berada di tengah, diantara pria dan wanita tadi. saat itu terjadi saya ingin membekukannya, inilah moment menentukan saya. Saya sudah merencanakan semua itu di kepala saya, bahkan sehari atau seminggu sebelumnya saya pernah kesini mengevaluasi tempat ini, mengevaluasi setiap bis yang lewat, orang yang lewat, tulisan dan gambar-gambar yang ada di sekitar, bahkan ini jalur yang saya lewati setiap harinya saat berangkat ke studio foto saya yang mulai tergusur oleh era digital, rute pulang saya ketika saya menunggu bis jurusan rute 69 dan bertemu dengan fotografer wanita cantik membuat saya terus mengokang canonet saya ... atau bisa jadi foto ini diambil saat evaluasi berlangsung. kapanpun moment tersebut dibekukan, itu adalah setingan dalam kepala saya. Saya menentukan kapan harus memencet shutter dan bagaimana mengkomposisinya'

Pertanyaan saya: apakah foto tersebut foto urban yang sureal??
Pembacaan saya pada tingkat Studium: urban hanya sebagai setting ...
Pembacaan saya pada tingkat puctum dan dengan menggunakan Mitos: urban menjadi aktor utama ...

Ingatlah bahwa pembacaan saya adalah pembacaan terhadap foto yang sama, dan saya menegaskan bahwa saya menolak pembacaan saya hanya pada tahap studium dan juga puctum. Saya membacanya sebagai sebuah mitos ...
yang kemudian menjawab Pak Alva Sondakh dalam antitesisnya (fotografer.net forum diskusi - konsep dan tema) ´di foto ini saya katakan URBAN telah menjadi tokoh utama, subyek, tidak lagi dimaknai sebagai sebuah seting atau sebuah lokasi terjadinya peristiwa, scene....

Apakah foto ini adalah foto tentang URBAN yang SUREAL??
Saya tidak melihat adanya unsur sureal dari pembacaan saya terhadap foto tersebut. Yang saya temukan adalah foto tersebut berhasil menghadirkan urban sebagai subyek, namun bukan urban yang surealis... Tidak ada yang tak-logis dalam foto tersebut. bahkan dalam pembacaan saya, foto tersebut logis-logis saja. Ini adalah 'keadaan' yang bisa ditemukan di wilayah urban yang dipenuhi dengan cirinya. Inilah ciri kehidupan kota, wajar demikian sebab ia adalah kota. Tidak ada yang tidak logis dari menjadi individual di kota (urban) apalagi metropolis. bahkan wanita tersesatpun hadirnya logis saja, tiap hari ada yang hidup dan mati apalagi tersesat (saya sendiripun hampir menjadi makluk sesat pikir). Wajar saja hal-hal tersebut, tidak menggugah imajinasi saya. Menurut saya foto ini lebih tepat sebagai foto yang decisive, bukan sebuah foto yang surealis apalagi urban surealis, sebuah street photo yang indah dan jika boleh saya katakan foto ini adalah sebuah 'kritik sosial yang paling merdu'... inilah kekuatan baru fotografi yang terus dikembangkan, sebuah kritik dan penggerak !!
Apakah tidak ada yang namanya urban surealis photography??
Jika foto dipahami sebagai sebuah analogon, nampaknya representasi dari urban yang surealis mungkin saja ada, bahkan dalam bentuk foto. Cuma sayang saya belum menemukan contoh foto yang tepat.

ps: sumber dari bebebrapa file catatan kuliah dan beberapa buku pinjaman perpus kampus yang makin mahal dendanya, serta beberapa website yang makin banyak bug dan trojannya (sekali lagi agar pura-pura ilmiah)